Setiap Makhluk Pasti Akan Mati

Tuhan punya taqdir dan ketentuan atas segala makhluk-Nya. Tuhan Maha Tahu atas segala yang ada di langit dan bumi. Tuhan Maha Tahu atas apa yang pantas buat hamba Nya.

Seperti kematian. Sebagian manusia takut akan kematian. Sebagiannya lagi, berani (baca: siap) menghadapinya. Tetapi, ada sebagian manusia yang tidak takut mati. Ia malah mencari mati. Mengambil terminal akhir, mendahului kehendak-Nya.

Kematian adalah penghubung kita untuk bisa memperoleh kebahagiaan yang kekal atau penderitaan yang kekal. Kematian itu misteri. Tak seorangpun yang tahu, kapan ia akan mati. Tidak dipinta, kematian pasti tiba. Tidak dicari, kematian pasti datang menghampiri. Bersembunyi di balik tembok besar dan kokoh sekalipun, kalau memang sudah ajal, pasti mati. Kematian tidak bisa diramalkan. Apakah yang berusia lanjut lebih dulu mati? Belum tentu. Karena ajal tak mengenal tua-muda, umur dan usia, miskin dan kaya.

Boleh jadi, belum ‘tiba waktunya’ (mengikuti standard umur Nabi Muhammad, 62 tahun), kita akan mati. Boleh jadi juga, sudah ‘capek’ berkelana di dunia fatamorgana ini, (lebih dari 100 tahun), belum juga menghadapi mati. Masih diberi-Nya rezeki panjang umur.

Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya: “Orang yang paling banyak mengingat mati dan orang yang paling baik persiapan dalam menghadapinya, itulah orang yang paling cerdas”.


Kematian bukan untuk dihindari. Tetapi harus dihadapi. Hadapilah kematian dengan iman. Agar kematian itu tak membuat kita benar-benar mati. Kematian hanyalah satu proses, mengawali kehidupan baru menuju kehidupan Illahi. Kehidupan yang kekal dan abadi. Kehidupan yang sebenarnya. Maka, banyak-banyaklah mengingat mati. Akan tetapi, mati, punya caranya sendiri.

Setiap yang bernyawa, pasti akan mati. Nyawa adalah ‘milik’ Tuhan. Kita di amanahkan-Nya untuk cerdas ‘bagaimana’ memanfaatkan nyawa. Nyawa adalah titipan Tuhan, yang di pinjamkan-Nya kepada setiap manusia. Jadi, Tuhan berhak mengambil ‘barang’ Nya kembali bila ia menghendaki. Kapanpun itu. Dan kita tak kan pernah tahu. Bila Allah mengatakan ‘cukup’ waktunya bagi kita merasakan nikmat dunia-Nya, maka mau tidak mau, kematian harus kita terima. Sesungguhnya, kita adalah kepunyaan Allah, dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.

Tetapi, orang beriman lah yang lebih awal mempersiapkan diri, ikhlas menerima mati. Karena, ikhlas bukan di belakang, tapi di depan. Ia tak takut dan gentar menghadapi kepastian akan datangnya mati. Ia siap menanti datangnya janji Allah padanya.

Ibnu Athaillah mengatakan: “Tak ada satu tarikan nafas pun yang kau hembuskan, melainkan ada takdir yang dijalankan-Nya pada dirimu. Karena itu, tunduklah pada Allah dalam setiap keadaan”.


Pergunakanlah nyawa dengan sebaik-baiknya. Manfaatkan ia dengan memperbanyak ilmu dan amal-amalan berguna sebagai ‘nutrisi’ jiwa, agar dapat mengantarkan ‘yang dititipkan nyawa’ dengan tenang di sisi-Nya. Selagi hidup, berusahalah untuk terus hidup dengan selalu mengingat Allah. Tunduklah pada-Nya. Agar hidup tak sia-sia.


“Mati itu pasti. Mati adalah berpisahnya roh dari jasad. Hanya jasad yang hancur di urai oleh makhluk-makhluk tanah. Suatu proses yang lumrah, sebab kita berasal dari tanah, maka kembali ke tanah.
Silahkan mencintai segala yang kau cintai. Tapi jangan lupa, bahwa kau akan mati. Kalau kau mencintai dan menyayangi manusia, manusia itu tidak kekal. Dia pasti akan mati. Jadi, jangan berlebihan mencintai yang bisa mati. Kalau kau mencintai Allah, Allah itu kekal. Pemilik segala alam dan isinya. Pemilik setiap jiwa. Maka, cintailah Allah. Serahkan semua pada-Nya.
Kalau kau jauh dari Allah, maka Allah pun akan jauh dari mu”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar Anda disini. Sedikit Komentar Anda Sangat Bermanfaat Untuk Kemajuan Blog In

WARNING!
JANGAN MENINGGALKAN PESAN SPAM, KARENA AKAN TERHAPUS SECARA OTOMATIS.